Rabu, 10 Maret 2010

Bahagianya merayakan cinta

Bismillahirrohmanirrohim...
BAHAGIANYA MERAYAKAN CINTA
Sebuah Three in One Perayaan Cinta
yang hadir untuk mengasah kepekaan cinta dalam pernikahan,
menghadirkan citarasa barakah, dan melukiskannya dengan warna syurga
Karya : Salim A.Fillah
Bayangkanlah hari ini. Saat kita bediri dengan pakaian terindah, pakaian haruman mewangi, dan riasan sederhana yang anggun. Dibelakang kita, mahligai berukir menaungi kursi berwarna menyala. Tatapan mata hadirin disejukkan wewarna bunga, yang dirangkai dalam tatanan menawan. Satu per satu, dilantuni nasyid Seismic yang romantic dan kilatan blitz kamera, tetamu datang melayani. Mereka tersenyum, mengadu pipi dan membisikkan doa. Dan tentunya Penyelenggaraan walimahan harus sesuai dengan syari’at islam diantaranya :
1. Menghilangkan peran oknum, ritual-ritual, dan perangkat-perangkat yang kesemuanya bernuansa kemusyrikan.
2. Penyajian hiburan yang sesuai syari’at.
3. Tidak boleh menyertakan khamr.
4. Tidak boleh ada unsur tabarruj jahiliah dalam merias mempelai
5. Mempelai selaiknya ikut melayani tamu sehingga tidak perlu ‘dipajang’.
6. Mencegah terjadinya ikhtilath (pencampurbauran tamu laki-laki dan perempuan)
7. Menghindari kemubadziran dalam menghias tempat, dan hal-hal lainnya.
Ada saat menikmati jenak-jenak kebahagiaan, ada saat untuk menatap lurus ke depan. Takcukup berfikir tentang kebahagiaan atau tidaknya kehidupan pernikahan kita. Sungguh tak cukup. Setelah merenung, akan barakahkah pernikahan kita, ada baiknya menetapkan langkah untuk meraihnya. Barakah adalah hadirnya nilai-nilai kebaikan di tiap-tiap kondisi. Barakah adalah semakin terpujinya diri disisi Illahi Robbi. Barakah adalah, ketika tertegak nilai-nilai keshalihan dikala kita berdiri, duduk termenung, atau berbaring meniti mimpi.
Tidak cukup bagi dua orang yang telah menjadi suami istri, kata Syaikh Shalih ibn Ahmad Al-Ghazali menasehati, untuk puas dengan keshalihan yang ada pada masing-masing mereka. Lebih dari itu, wajib juga bagi keduanya untuk berfikir dan berusaha menciptakan generasi yang shalih pula. Kemudian mereka juga turut membantu ummat untuk membuat keshalihan itu jamak di tengah masyarakat.
Jika anda menikah sebagai buah cinta, semoga menikmati bauh cinta tak melupakan kita untiuk menanam kembali bijinya. Hingga ada cinta yang membaru dan bertumbuh dalam ikatan suci. Hingga tanaman kita terus tumbuh, berkembang dan berkembang. Jika kita menikah sebelum cinta hadir, ada ikhtiyar untuk membenihkan cinta. Agar ia juga tumbuh, berkembang dann mekar sebagai bekal menghadap Allah ‘Azza wa Jalla.
“ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari anfus kalian sendiri, agar kalian menenteram diri kepadanya dan Dia jadikan antara kalian, suami dan istri, mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum : 21)
Dikatakan, ada pembedaan antara penyebutan sakinah dengan mawaddah dan rahmah di ayat ini. Litaskunnu ilaihaa.., agar kalian menenteram diri kepadanya. Kata ini seolah menunjuk sebuah karunia agung yang menyeketika begitu kita menikah. Segera saat ada istri di sisi, kita merasakan sakinah, menikmati ketentraman, dan berselimut ketenangan. Tentu jika pernikahan dilalui dengan proses yang syar’i, proses yang berorientasi meraih barakah.
Sesudah itu, Allah baru mengatakan, “…waja’ala bainakum mawaddatan wa rahmah…Dan Ia jadikan diantara kalian rasa cinta dan kasih sayang,” Seolah frase Ia jadikan, merefleksikan proses. Cinta dan kasih sayang itu tidak menyeketika. Tidak otomatis. Ia datang dengan ikhtiyar. Ia datang dengan upaya. Ia datang dengan doa. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya, tetapi banyak manusia kesulitan memahaminya. Padahal disana ada ayat-ayat bagi kaum yang berfikir.
Awalnya adalah komitmen yang kuat terhadap Ad Diin. Orang memiliki komitmen sangat tinggi cenderung lebih mudah mencintai orang dengan komitmen yang sama, meski sebelumnya tidak banyak saling mengenal. Ruh itu seperti tentara, jika komitmennya sama, mereka saling setia. Cinta yang tumbuh karena komitmen lebih mampu membangkitkan kesetiaan dan kasih sayang meski yang bersangkutan ‘tidak tahu’ bahwa itu adalah cinta. Mereka juga mampu menggapai kepuasan seks yang lebih tinggi kendati tidak mencarinya, bahkan mereka lugu tentang seks.
Tetapi seperti iman menumbuhkan jihad, komitmen InsyaAllah menumbuhkan ikhtiyah. Seperti iman berkosekuensi amal, komitmen terwujud dalam upaya. Inilah pacaran kita setelah menikah, sebuah ikhtiyar untuk meniup cinta yang telah berkuncup. Atau juga menyemai benih yang akan menyadarkan kita bahwa dunia ini indah, dunia ini perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.

ADA CINTA DALAM KATA
Tidak seperti perasaan-perasan lain, cinta membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa, tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan tak terbendung untuk menyatakan dalam kata. Kemudian, ketika rumahtangga mulai beku tanpa cinta, panggilan mesra dapat membangkitkan kehangatan dan cinta.
Boleh jadi anda memang bukan pujangga, tetapi kita harus melatih diri untuk pandai merangkai kata. Cara berpikir maskulin yang mengatakan bahwa kata-kat tidak penting dan yang penting adalah bukti bahwa kita mencintai, hanya tepat dipakai dalam persahabatan di dunia lelaki. Wanita membutuhkan kata. Ia ingin mendengar bahwa anda benar-benar mencintainya.
Tampaknya, terkadang kata-kata ‘gombal’ diperlukan untuk membina sebuah keakraban yang barakah. Betapa penuh pengertiannya risalah islam ini ketika memaklumkan bahwa dusta diijinkan di tiga tempat.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membolehkan dusta dalam tiga perekara : peperangn, mendamaikan dua orang berselisih, dan pembicaraan suami kepada istrinya.” (HR Ahmad)
Tentunya dustanya bukan dusta untuk menipu dan mengelabui. Bukan karena ingin menghianati, bukan pula untuk menyembunyikan hal yang seharusnya diketahui bersama atau mengada-adakan kebohongan atas sesuat yang tidak perlu. Bukan itu semua. Dustanya adalah dusta yang menguatkan ikatan, menghargai dan memberi motivasi. Dustanya bisa berupa kalimat romantic menyanjung penampilan. Dustanya adalah pujian untuk masakan yang keasinan. Dustanya bisa jadi berwujud ekspresi manja penuh kerinduan atau kata I miss you padahal baru berpisah dua jam yang lalu.
Katakan. Tuliskan. Tuangkan. Senandungkan…..!
ADA CINTA DALAM DANDANAN
Sunnah berdandan, tak lepas dari fitrah kewanitaan yang suka berhias. Ia menatanya untuk kemuliaan hubungan dua insan. Islam menumbuhkannya sebagai penguat ikatan zhahir dan bathin yang mesra antar suami dan bidadarinya. Globalnya, sunah berhs adalah fitrah yang dituntunkan dalam hadits ‘Aiayah ini. Pilihlah ini sebagai sunnah, pilihlah ia sebagai pencari keridhaan Allah, pilihlah ia karena anda adalah bidadari bagi suami….
Dari ‘Aisyah ia berkata, “ sepuluh perkara yang termasukfithrah : menggunting kumis, memelihara dan merawat jenggot, bersiwak, berkumur-kumur, memotong kuku, membasuh lipatan-lipatan anak jari, lipatan-lipatan telinga, mencabut bulu ketiak, ber-istihdaad (mencukur bulu di sekita ‘aurat), ber-istinja’, dan aku lupa yang kesepuluh, mungkin menghisap air kedalam hidung.” (HR Ahmad, Muslim, An Nasa’I da At Tirmidzi)
Bidadari, tak perlu ia memaksakan diri, cukuplah ia mempercantik diri dengan apa-apa yang sudah tersebut dalm sunnah. Lebih dari itu ada kejelitaan pada wajah yang qana’ah dan hati yang ridha. Melanggar larangan Allah dan RasulNya dalam berdandan justru akan mengantarkan ke dalam laknat. Persis seperti yang disebutkan Ibnu Mas’ud ketika menyampaikan hadits berikut secara mauquf :
“Rasulullah melaknati wanita yang membuat tahi lalat, yang menta dibuatkan tahi lalat, permpuan yang menipiskan alis mata dan permpuan yang mengikir giginya supayua baik dan yang mengubah ciptaan Allah”
Juga apa yang di sampaikan ibnu “umar :
“Rasulullah melaknati wanita yang menyambuing rambutnya, yang meminta dismbungkan rambutnya, yang bertatto, fan yang minta ditatto.” (HR Al bukhari, Muslim, Abu Dawud dan At tirmidzi)
Sesungguhnya mereka (para istri) senang jika kalian berhias untuk mereka, sebagaimana kalian senang jika mereka bersolek untuk kalian. (Umar ibn Al Khaththab)
ADA CINTA DALAM PERHATIAN
Ketika seorang suami mengalami kepenatan terutama secara psikis di luar rumah, maka ia akan mendapatkan kegairahan dan semangat baru ketika bertemu denga istrinya di rumah. Sambutan yang hangat disertai senyuman mesra dan pandangan mata yang menampakkan kerinduan, meluluhkan rasa capai dan mungkin juga gumpalan-gumpalan emosi di luar rumah.
Ada saatnya Rasulullah begitu merasakan beratnya beban da’wah yang beliau tanggung. Manusiawi sekali kalau beliau mencurahkan isi hatinya. ‘Aisyah bercerita, bahwa beliau pernah menggenggam erat tangannya lalu berkisah tentang penentangan kaumnya. Menggenggam erat tangan bisa jadi merupakan ekspresi yang mendalam tentang kebutuhan akan sebuah ketenangan bati, sebagaimana kita juga merasakan ketentraman saat kita bersandar ke bahu atau meletakkan kepala di pangkuan.
Jadi? Salinglah mendengar, salinglah menyandar (mungkin saling tempel pipi seperti Rasul dan “Aisyah) dan saling berkisah, tapi jangan pernah memaksakan. Biarkan ia mengekspresikan pengisian ‘energi isi ulang’-nya dari diri kita. Keterbukaan, insyaAllah lebih baik.
Keterbuakaan serta saling pengertian telah dicontohkan ‘Ali dan Fathimah. Perhatikan intonasi ‘Ali kepada Fathimah ini : “Demi Allah, aku selalu menimba air dari sumur hingga dadaku terasa sakit.” Dan mari pula kita perhatikan jawabannya, “Dan aku, Demi Allah…memutar penggiling gandum sampai tanganku melepuh.”
ADA CINTA DALAM PENGERTIAN
Pada suatu hari, datanglah seorang laki-laki ke rumah Khalifh ‘Umar ibn Al Khaththab untuk mengadukan kelakuan istrinya. Beberapa saat lamanya ia menunggu di depan pintu rumah, kemudian ia mendengar suara istri Amirul Mukminin sedang menghamburkan kata-kata kasar kepada suaminya. Tetapi ‘Umar diam dan tidak menyahut.
Lelaki itupun mundur, ‘Umarpun keluar. Laki-laki itu dipanggil dan ditanya “Apa tujuan kedatangnmu?”
‘Ya Amirul Mu’minin,,,”, ucapannya sendu. “Aku datang untuk memberitahukan perihal istriku. Ia sangat cerewet dan suka mengucapkan perkataan kasar kepadaku. Lalu akupun berpikir, kalau istri Amirul Mu’minin begitu, apatah lagi istriku...”
“Adapun aku...”, kata “Umar, “Aku tabah dan sabar menghadapi kenyataan itu karena ia menunaikan kewajiban-kewajiban dengan baik. Dialah yang memasak makananku, dia yang membuatkan roti untukku, dia yang mencuci pakaianku, dia yang menyusui anak-anakku..., padahal itu bukan kewajibannya sepenuhnya.”
“Dan dia juga yang menentramkan hatiku, sehingga aku dapat menjauhkan diri dari perbuatan haram. Karena itulah akua tabah dan sabar mendengarkan apa saja yang dikatakannya mengenai diriku...”
“Saudara...,bersabarlah menghadapi istrimu, kejadian itu hanya sebentar.”
Aku tak layak mengeluh tentangmu. Inilah kesadaran, saling pengertian, qanaah, rihda, syukur, sabar dan harapan untuk dipertemukan kembali dalam kedaan yang lebih baik. Nanti, di syurga, insyaallah..
ADA CINTA DISAAT ISTRI HAIDH
Disaat istri haidh, ia mengalami penurunan kondisi yang sangat dahsyat. Secara fisik, ia kehilangan banyak darah, kadar haemoglobinnya menurun drastis. Ia menjadi lemah, lesu dan mudah capek. Belum lagi pada hari pertama, pengelupasan di dinding rahim sering disertai sakit, nyeri perut dan pinggang, pegal atau bahkan mual yang dahsyat.
Secara emosional dia menjadi sensitif, mudah tersinggung, mudah marah dan sangat perasa. Padahal tidak ada support dari aktivitas ma’nawiyah. Ia tidak bisa shalat, tidak bisa qiyamullail, tidak bisa tilawah, tidak bisa ke masjid. Lengkaplah aneka kondisi yang sangat tidak nyaman pada dirinya. Sangat wajar, kalau anda wahai para suami, sering mendapatinya uring-uringan dan bermarah ria.
Maka bersabarlah, dan bantu dia melewati masa-masa sulit ini. Sediakan susu dan buah-buahan untuknya. Ajak dia berdiskusi, ajak dia jalan-jalan sekedarnya sebagai olahraga, dengarkan keluhan-keluhan hatinya. Saat ini ia sangat memerlukan agar dirinya didengar melebihi saat-saat yang lain. Jangan ragu untuk mencium dan membelainya. Menjalin barakah telah dicontohkan, sungguhpun banyak orang menganggap sesuatu tabu dilakukan. Tapi sunnah tak mengenal rasa malu untuk mengungkap kebenaran, inilah diantaranya :
Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa mencium istri-istrinya setelah wudhu, kemudian beliau shalat tanpa mengulangi wudhunya. (HR ‘Aburrazaq)
Dari Hafshah binti ‘Umar, “Sesungguhnya Rasulullah biasa mencium istrinya sekalipun saat puasa.”(HR Ahmad)
Inilah islam, Ia memuliakan kegungan permpuan, menempatkannya di ufuk tinggi setelah berabad dilecehkan peradaban. Tidak sebagaimana Yhudi dan ummat jahiliah yang jijik, menghindar bahkan mengeluarkan istrinya yang sedang haidh dari rumah. Islam senantiasa menumbuhkan kedekatan suami dan istri ini, kapanpun, dimanapun.
ADA CINTA DI BILIK-BILIK RUMAH KITA
a. Ruang tidur
“Rasulullah mempunyai selimut yang dicelup dengan wars dan za’faran (minyak wangi). Beliau gilirkan selimut tersebut pada para istrinya-sesuai malam gilir beliau pada mereka...” (HR Al Khathib)
Lihatlah hingga ke ufuk lain. Di detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah, ‘Aisyah menarik tubuh beliau ke pangkuannya. Ia siwaki gigi beliau-hal yang sangat beliau suka-dengan pelan dan hati-hati. Lalu kisah kemesraaan terindah itu mengiring keberangkatan beliau menghadap Allah, menjadi memori tak terlupakan bagi ‘Aisyah.
“Sesungguhnya diantara nikmat Allah yang dilimpahkan padaku, bahwa Rasuulullah meninggal di rumahku, pada hari giliranku, berada dalam rengkuhan dadaku. Dan bahwa Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat wafat...”, demikian ‘Aisyah Humairaa mengenang.
b. Ruang makan
Dari ‘Aisyah ia berkata, “ Ketika sedang haidh, aku minum, kemudian mugnya aku berikan pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau pun minum pada bagian mugng dimana aku meletakkan bibir. Demikian juga ketika diwaktu haidh aku menggigit sepotong daging, lalu sisa gigitan itu aku berikan pada beliau...Beliau tak segan menggigitnya pada bagian yang tadinya aku gigit.” (HR An Nasa’i)
Ya, kedekatan berpahala diperoleh salah satunya dengan kemesraan dalam makan. Dahsyatnya kisah cinta Rasulullah, beliau tak hanya mengajarkan sepiring berdua, melainkan segigit bersama. Tak hanya semug berdua, tapi juga sebibir bersama. Subhanallah..
c. Kamar mandi
Tumbuhkan cinta di kamar mandi kita. Disana ada busa, disana ada tawa, disana ada goda. Banyak isntrument dan suasana yang akan mendekatkan ikatan hati diantara anda berdua. Insyaallah...Apalagi, jika disediakan bath tube yang nyaman dipakai berdua.
Dari ‘Aisyah ia berkata, “Aku mandi bersama Rasulullah dari satu bejana. Rasululllah mendahuluiku sampai akau berkata, “Tinggalkan untukku, tinggalkan untukku!” Waktu itu, keduanya berjanabat. (HR Muslim)
d. Ruang keluarga
“Adalah Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam biasa memijit hidung ‘Aisyah jika ia marah. Beliau berkata,”Hai ‘Aisy, bacalah doa : Ya Allah, Rabbnya Muhammad...ampunilah dosa-dosaku, hilangkan kekerasan hatiku dan lindungilah aku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR Ibnu Sunni)
“Aisy, aku tahu kalau engkau sedang suka kepadaku..”, Rasul berbisik sutu ketika. “dan aku tahu kapan saatnya engkau sedang marah padaku..”
“Darimana engkau mengetahuinya?”
“Kalau kau sedang suka padaku..”jawab beliau,”Engkau akan berkata dalam sumpahmu,’Laa... Wa Rabbi Muhammad, Tidak..Demi Rabb Muhammad’. Tetapi jika engkau sedang ,marah padaku, engkau akan mengatakan, Laa..Wa Rabbi Ibrahiim..”
“Betul Demi Allah! Betul Ya Rasulullah. Aku tidak meninggalkannmu, hanya akau tidak menyebut namamu.” (HR Muslim)
ADA CINTA DALAM HADIAH
“Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR Abu Dawud)
Jika anda masih berfikir bahwa bunga kurang nilai kemanfaatannyatapi terkadang istri menghajatkannya, maka yang lain bisa menjadi alternatif, parfum, perhiasan, perangkat ibadah, dan segalanya. Berikanlah dengan cinta, atau minimal dengan niat mengikhtiyarkan cinta.
Kita bisa saja memberi tanpa mencinta
Tapi kita tak pernah bisa mencinta tanpa memberi.
ADA CINTA DALAM INGATAN
Rasulullah selalu mengajarkan kepada kita semua bahwa bagimanapun juga, tak ada kata lupa bagi keluarga ketika nikmat Allah datang menghampiri dari arah manapun. Rasulullah saat diundang, beliau tidak akan datang ketika ‘Asyah tidak diundang. Beliau baru akan datang apabila ‘Aisyah juga diundang.
ADA CINTA DI PINTU-PINTU ILMU
Diantaranya yang bisa dilakukan adalah :
a. Saling mengecek hafalan Al-Qur’an dan pelajaran secara mengasyikkan.
b. Menghargai, menggali, dan menumbuhkan potensi suami-istri.
c. Saling bercerita kisah, hikmah dan komitmen bersama dalam rumahtangga.
ADA CINTA DALAM OLAHRAGA
Rasulullah berlomba dengan ‘Aisyah, saling berkejaran dan saling mendahului. Akhirnya ‘Aisyah yang berhasil mengalahkan suami tercinta.
Disaat lain, kisah lomba lari terulang. Mulanya ‘Aisyah keberatan “Bagaimana mungkin aku dapat mendahuluimu Ya Rasulullah, sedangkan kondisiku sekarang ini seperti ini?” Saat itu beliau bertambah gemuk dan tak selincah dulu. “Mari kita lakukan saja..” Sampai akhirnya Rasulullah memenangkan pertandingan.
Kehangatan yang sporty hendaknya menjadi salah satu warna keharmonisan rumahtangga. Jadi anak-anakpun turut merasakan nuansa itu sebagai bagian dari pembentukan kepribadian yag penuh kasih sayang.
ADA CINTA DALAM HIBURAN
Hiburan adalah kebutuhan hati dan jiwa. Pasti ia akan menjadi nilai tersendiri jika ditawarkan dengan tulus oleh kekasih hati belahan jiwa. Tentunya, selalu ada kehati-hatian yang dipesankan ketika memilih hiburan yang akan kita saksikan. Jangan noktah-noktah kesyirikan, kejahiliyahan dan ma’syiat dari tontonan menodai harapan suci untuk melanggengkan ikatan ini. Janganlah keteceburan dalam ma’syiat, ikhtilath dan dosa menghancukan kesucian yag berpayah kita bangun dari semula.
ADA CINTA DALAM KENDARAAN
Mungkin karena sibuknya aktivitas masing-masing, apalagi suami dan istri memiliki kendaraan sendiri, terkadang kita abaikan salah satu cara membina kemesraan ini. Sesekali sempatkan berkendara, berdua saja. Anda pasti tahu bagai membina mana caranya membina kemesraan yana halal, thayyib, dan barakah diatas laju dua roda.
Kali ini kisah bulan madu Rasulullah dan Shafiyah binti Huyai “... kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Madinah, kulihat beliau menggelar mantel diatas punggung unta, lalu beliau meletakkan lutut disana dan Shafiyah meletakkan lututnya diatas lutut beliau.” (HR Al Bukhari, dari Anas)
Cubitlah dengan canda diatas Toyota dan bisa jadi itu awal pembicaraan yang serius yang membutuhkan saling pengertian : “Wahai Shafiyyah, aku minta maaf kepadamu atas perlakuanku kepada kaummu karena mereka telah mengatakan aku begini dan begitu.”
Jadi, selamat berkendara berdua, hati-hati dijalan, patuhi rambu-rambu lalulintas, dan...awas, ups’polisi tidur’!!
ADA CINTA DIPERJALANAN
Mau pergi kemana? Bukan itu h al terpenting terpenting. Bahkan pun jika anda berniat kemping berdua lalau badai mengamuk alam, mendirikan tenda di dalam rumah adalah sesuatu yang mengasyikkan. Berdua membeli es jeruk jalan kaki adalah kenikmatan. Sekadar main ayunan di taman sendiri adalah keagungan. Yang terpemnting bukanlah kemana kau pergi atau apa yang dilakukan. Tetapi dengan siapa kau pergi!
ADA CINTA DALAM KECEMBURUAN
Cemburu itu tanda cinta. Betapa besar cinta ‘Aisyah kepada Rasulullah telah melahirkan begitu banyak kisah kecemburuan yang menghias kitab sirah dan fiqih rumahtangga. Begitu besar rasa cinta para istri beliau, sampai-sampai kecemburuan pernah menggegerkan Madinah karena Rasulullah ditegur langsung oleh Allah melalui wahyu di awal Surat At Tahrim. Ya, kecemburuan selalu ada. Masalahnya bagaimana membuatnya selalu menjadi tanda cinta yang mencerahkan hari-hari kita?
Allah benci pada kecemburuan yang tuduhannya menjadi sebuah keyakinan dalam hati. Sudah tak ada lagi keraguan, apalagi asas praduga tak bersalah. Yang ada adalah vonis, pasti begini dan tentu begitu. Ini yang tidak sehat. Cemburu buta istilahnya. Buta, karena sudah tertanam dalam hati sebuah keyakinan, lalu tak ada motivasi untuk menguji, tak ada semangat untuk memperbaiki hubungan, tak lagi merasa perlu membina komunikasi. Pokoknya sudah yakin tanpa keraguan, tapi inlah keyakinan yang menghancurkan hubungan.
Jadi bagaimanakah cemburu sehat itu? Cemburu sehat, adalah cemburu yang menguatkan dan melanggengkan ikatan. Cemburu yang melahirkan pelajaran-pelajaran mencerdaskan. Cemburu yang membuat insan makin dewasa. Cemburu yang membuat ta’aruf kita kepada isteri makin sempurna. Ia harus menjaga kehati-hatian prasangka, menghindari bisikan-bisikan fasiq yang harus ditabayunni, memberi kepercayaan dan tanggung jawab, juga kesetiaan.
Cintamu Sehangat Ciuman Bidadari adalah saat indah ketika kita mengupayakan cint a. Ijinkan ia menjadi ikhtiyar untuk memaknai aneka kebersamaan yang dipenuhi rasa tegang, kikuk, indah, nikmat dan bahagia. Karena dalam kebahagiaanpun, harus ada makna-makna tergali. Sungguh alangkah banyak kebahagiaan tanpa makna, alangkah banyak keceriaan semu, alangkah banyak keriangan-keriangan fana. Dan alangkah sedikit orang yang mengambil pelajaran.
Sesudah itu, ada waktu untuk bertanya. Sudahkah detik-detik kebahagiaan membuat kita makin bernilai? Sudahkah jenak-jenak tawa membuat kita makin bertaqwa? Sudahkah keceriaan itu membuat wajah kita makin cerah menyinar kebaikan? Sudahkah keriangan itu melahirkan keberkahan? Semua adalah pertanyaan yang perlu kita jawab dengan menunjuk diri. Semua adalah soal yang terarah pada kita, kalau ini semua kebahagiaan, maka dimanakah barakah?”
Ketika waktu berganti mengalirkah hal-hal yang kita sukai, adakah kecipak syukur yang membuncah? Ketika zaman memutar perjalanan, adakah pusaran-pusaran rasa takut pada Allah semakin membesar? Saat musim berganti menawarkan keceriaannya masing-masing, adakah gemuruh iman, adakah pelangi syukur, adakah kilatan-kilatan insyaf, adakah detak-detak taqwa? Atas amanah yang ditanggungkan ke pudak, ats kepercayaan yang dipikiulkan bersama sebuah perjanjian berat, atas miitsaaqan ghaliizhaa...
“Jika seorang hamba menikah, maka menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah yang lainnya” (HR Al Hakim dan Ath Thabrani dari Anas bin Malik. Al Albani meng-hasan-kannya)
Maka alangkah indah belajar mengendarai shabar dibilik-bilik, setelah belajar mengendarai syukur ditaman-taman. Karena Allah sering menguji hamba-hamba yang dicintaiNya, agar terampil mengendarai kedua-duanya.
Astaghfirullahal ‘Adhiim, wa Akhiru Da’wanaa, Anil Hamdu Lillaahi Rabbil ‘Alamiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar